BERITASEJABAR.id – Ikhtiar percepatan penurunan stunting makin konkret dan mengakar. Hari ini, 31 Maret 2022, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menginisiasi lahirnya gerakan Dapur Sehat Atasi Stunting (Dashat) di Kampung KB Koi, Desa Sukaresmi, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung. Melalui gerakan ini, masyarakat diajak terlibat langsung dalam penyediaan kebutuhan gizi bagi keluarga berisiko stunting di desa masing-masing.
“Dashat merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam upaya pemenuhan gizi seimbang bagi keluarga berisiko stunting, yakni keluarga yang memiliki calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui, baduta/balita stunting terutama dari keluarga kurang mampu. Sumbernya berupa pemanfaatan pangan lokal. Saya lihat di sini memiliki banyak sekali buah stroberi dan sayuran. Itulah yang diharapkan bisa diolah untuk kemudian diberikan kepada keluarga berisiko stunting,” ungkap Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Wahidin saat menyampaikan sambutan pada peluncuran Dashat.
Wahidin mengungapkan, hasil riset menunjukkan sebagian besar anak Indonesia kurang menyukai buah dan sayur. Padahal, Indonesia memiliki kekayaan sumber daya pangan luar biasa. Karena itu, perlu edukasi secara terus-menerus dan partisipasi dari semua pemangku kepentingan. Rendahnya konsumsi sayur itulah yang menjadi salah satu pemicu tingginya angka stunting di Indonesia.
“Jawa Barat ini memiliki jumlah penduduk luar biasa besar, mendekati angka 50 juta. Dengan jumlah penduduk yang banyak ini, jumlah absolut stunting kita menjadi yang tertinggi di Indonesia. Meskipun prevalensi stunting Jawa Barat hanya selisih 0,1 persen dari nasional, jumlah absolutnya sangat banyak. Karena itu, Jawa Barat menjadi salah satu dari 12 provinsi prioritas percepatan penurunan stunting di Indonesia,” papar Wahidin.
Pejabat tinggi pratama yang memulai karir kepegawaiannya sebagai penyuluh keluarga berencana (PKB) ini berharap gerakan Dashat bisa menjadi daya ungkit upaya percepatan stunting di Jawa Barat. Merujuk pada hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, prevalensi stunting Jawa Barat berada pada angka 14,5 persen. Angka ini diharapkan bisa ditekan hingga menyisakan 14 persen saja pada 2024 mendatang.
“Selain Dashat yang kita luncurkan bersama-sama pada hari ini, saya berharap ada program-program khusus di Kabupaten Bandung, misalnya Desa Bebas Stunting. Karena kalau level kabupaten atau kota saya kira susah, tapi desa bisa. Ini sesuai dengan program Zero New Stunting 2023, Jawa Barat ditargetkan pada 2023 mendatang bisa terbebas dari stunting baru. Ini sangat selaras dengan pendekatan BKKBN yang melalui dari hulu, dari pabriknya yaitu ibu. Dilakukan sebelum hamil. Prioritas pendampingan kepada ibu sebelum hamil, tiga bulan sebelum hamil. BKKBN membentuk tim pendamping keluarga untuk memberikan pendampingan kepada calon pengantin sejak tiga bulan sebelum nikah,” papar Wahidin.
Di tempat yang sama, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten Bandung Erick Juriara mengaku pihaknya memberikan perhatian besar upaya percepatan penurunan stunting di wilayahnya. Upaya ini diawali dengan melakukan pemetaan desa dengan risiko stunting tinggi. Hasilnya, 65 desa masuk dalam daftar prioritas penanganan stunting.
“Data SSGI 2021 menunjukkan prevalensi stunting di Kabupaten Bandung mencapai 31,1 persen atau sekitar 112 ribu orang. Ini tentu memerlukan penanganan intenstif. Kami akan menyusun program dan kegiatan dalam upaya penurunan stunting. APBD Kabupaten Bandung sudah mengalokasikan Rp 14 miliar untuk penanganan stunting. Kami juga meminta pemerintah desa untuk mengalokasikan 32 persen anggaran dana desa untuk stunting,” terang Erick.
Secara kelembagaan, Erick mengklaim sudah membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) tingkat kabupaten hingga desa. Hal ini diperkuat dengan pendekatan pentahelix, berupa pelibatan unsur masyarakat, dunia usaha, akademisi, dan media untuk membantu percepatan stunting tersebut.
“Pemerintah saat ini terus berupana menurunkan prevalensi stunting. Ini penting karena stunting merupakan kunci menwujudkan generasi Indonesia Emas pada 2045 mendatang. Kami meyakini Dashat merupakan intervensi berupa pemberian gizi dengan optimalisasi makanan pangan lokal. Kami berharap Dashat berdampak positif menurunkan stunting di Kabupaten Bandung,” pungkas Erick.
Sinergi Kampung KB
Sementara itu, Direktur Analisis Dampak Kependudukan BKKBN Faharuddin menjelaskan, Dashat merupakan salah satu bentuk sinergi kampung keluarga berkualitas (Kampung KB) dalam aksi konvergensi penurunan stunting. Kampung KB hadir untuk mendaratkan dukungan lintas kementerian atau lintas sektoral pada program pembangunan masyarakat.
“Hasil evaluasi kami menunjukkan bahwa kampung KB berhasil meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat. Dari miskin dan tertinggal jadi maju dan mandiri. Banyak desa yang berkembang setelah hadirnya kampung KB. Ternyata salah satu kunci keberhasilan kampung KB terletak pada dukungan pimpinan daerah: kades, camat, bupati. Semakin kuat komitmen pimpinan, semakin tinggi tingkat keberhasilan. Nah, dengan pendekatan tersebut kami berharap percepatan penurunan stunting bisa dilakukan secara efektif di kampung KB,” papar Faharuddin.
Dia menjelaskan, Jawa Barat menjadi perhatian nasional karena memiliki paling banyak memiliki bayi stunting. Dengan prevalensi 24,5 persen, jumlah absolutnya mencapai lebih dari 1 juta. Sementara Jawa Timur dan Jawa Tengah “hanya” memiliki masing-masing 500 ribu dan 600 ribu stunting.
“Sementara target nasional 14 persen. Adapun Jawa Barat ditargetkan bisa lebih rendah dari nasional, sebesar 13,96 persen. Artinya, pada 2024 mendatang tinggal menyisakan 588 ribu. Kalau Kabupaten Bandung diharapkan bisa turun dari 31,1 persen menjadi 17,81 persen pada 2024 mendatang. Sekarang ini jumlahnya sekitar 112 ribu stunting. Jika 112 ribu bayi dijajarkan, penuh satu lapangan bola. Ini menjadi tugas besar kita,” tandas Faharuddin.(*)