Barak Militer, Obat Semua Penyakit Sosial di Jawa Barat?

0
11

BERITASEJABAR.id – Jawa Barat kembali mencatat angka pengangguran tertinggi di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2025, jumlah pengangguran terbuka di provinsi ini mencapai 1,72 juta jiwa.

Namun di tengah persoalan serius ini, Pemerintah Provinsi Jawa Barat justru terlihat lebih sibuk merayakan pertumbuhan ekonomi dan membanggakan citra Gubernur KHDM (Kang Haji Dedi Mulyadi).

Dikutip dari laman resmi BPS Jawa Barat, Senin (5/5/2025), pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan I tahun 2025 tercatat sebesar 4,98 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year). Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp734,08 triliun, sementara atas dasar harga konstan 2010 sebesar Rp448,06 triliun.

Namun, pertumbuhan ekonomi itu dinilai tidak sejalan dengan kondisi sosial di lapangan. Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dari Fraksi PKB Maulana Yusuf Erwinsyah menyatakan, angka pengangguran yang tinggi membuktikan ketimpangan antara pertumbuhan ekonomi makro dan kualitas pembangunan manusia.

“Angka pengangguran kita masih yang tertinggi, tapi pemerintah malah sibuk euforia. Ini mencerminkan kebijakan yang tidak menyentuh akar masalah,” tegasnya, Senin (12/5), di Bandung.

Kondisi ini diperparah oleh darurat pendidikan yang kini juga melanda Jawa Barat. Menurut data BPS per November 2024, terdapat 658.831 anak di Jawa Barat yang tidak bersekolah. Angka tersebut terdiri dari 164.631 anak yang putus sekolah, 198.570 anak lulusan yang tidak melanjutkan pendidikan, serta 295.530 anak yang belum pernah mengenyam bangku sekolah.

Sayangnya, menurut legislator PKB tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat justru memilih jalur kedisiplinan militer sebagai pendekatan utama. Sebanyak Rp6 miliar dari APBD 2025 dialokasikan hanya untuk mengirim 900 siswa bermasalah ke barak militer.

“Seolah-olah semua masalah bisa selesai dengan pendekatan militer. Ini pendekatan yang ngawur. Pengangguran, pendidikan, pemabuk, ASN nakal, dan kemiskinan tidak bisa diselesaikan dengan satu resep tunggal seperti barak militer,” ujarnya.

Ia juga mengkritik alokasi anggaran 2025 yang dinilai belum berpihak pada penciptaan kerja jangka panjang. Menurutnya, Pemerintah Provinsi masih terlalu banyak mengalokasikan dana untuk program seremonial dan simbolik dibanding kebijakan yang memberdayakan rakyat.

Sebagai solusi, ia mengusulkan pembentukan Desa Vokasi sebagai upaya nyata menciptakan lapangan kerja berbasis potensi lokal. Program ini dirancang untuk memberikan pelatihan keterampilan langsung di tingkat desa, dengan fokus pada sektor seperti pertanian modern, industri kreatif, hingga UMKM digital.

“Desa Vokasi harus jadi prioritas dalam APBD Perubahan 2025. Pemerintah provinsi perlu segera mengucurkan anggaran khusus untuk memulai pilot project di setidaknya sepuluh daerah dengan tingkat pengangguran paling tinggi,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa persoalan di Jawa Barat jauh lebih kompleks dari sekadar “anak nakal”. Akar masalahnya adalah ketimpangan akses pendidikan, rendahnya daya serap tenaga kerja, dan lemahnya orientasi pembangunan manusia. (wjtoday)