BERITASEJABAR.id – Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari Anas r.a, mengatakan bahwa Abu Thalhah r.a ialah salah seorang sahabat dari kaum Anshar yang terkaya di Madinah, diantara harta yang paling disenanginya harta berupa tanah Bairukha/kebun kurma yang berada di depan Masjid Nabawi, bahkan Nabi saw sering singgah di kebun itu.
Namun ketika turun firman Allah yang berbunyi:
لن تنالوا البر حتى تنفقوا مما تحبون وما تنفقوا من شيء فان الله به عليم
Artinya: “Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Maha Mengetahui. “(QS. Ali Imran: 92)
Abu Thalhah bergegas menemui Rasulullah saw seraya berkata: “Wahai Rasulullah saw, sesungguhnya hartaku yang paling aku cintai ialah BAIRUKHA. Untuk itu aku sedekahkan kepada Allah SWT. sebagai baktiku kepada-Nya, dan semoga menjadi simpanan di sisi-Nya. Silahkan engkau gunakan sesuai dengan yang telah dianjurkan Allah kepadamu.” Kemudian Nabi saw. menjawab: “BAKHIN (bakhin ialah kalimat yang diucapkan sebagai ungkapan tentang keridhaan dan takjub terhadap sesuatu) itu merupakan harta yang menguntungkan. Aku telah mendengar perkataanmu, dan menurut hematku sebaiknya hal itu diberikan kepada para kerabatmu.” Kemudian Abu Thalhah berkata: “Wahai Rasulullah, lakukanlah hal itu.” Lantas Abu Thalhah membagi-bagikannya kepada seluruh kerabat dan anak-anak pamannya. Dengan demikian ia mendapat pahala sedekah dan pahala mempererat hubungan silaturrahim dengan keluarganya itu.
Abu Thalhah r.a. dikenal sebagai sahabat Rasulullah yang sangat mulia dan dermawan. Apa yang diperlihatkannya dalam kisah di atas, memberikan inspirasi dan teladan berharga bagi kita semua. Kesimpulannya seseorang yang benar-benar beriman, tidak akan bersifat bakhil dan selalu bersedia dengan penuh keikhlasan menafkahkan harta yang dicintainya di jalan Allah.
Dan yang menjadi catatan penting bagi kita semua adalah saat membaca Al-Qur’an, para sahabat zaman dahulu sangat mengutamakan pemahaman dan implementasi (pengamalan). Sementara kita, lebih mengutamakan khatam (tamat) ketimbang faham. Alangkah indahnya kalau kita sering tamat dan faham serta implementatif. Setelah faham, langsung diaplikasikan dalam kehidupan.