BERITASEJABAR.id – Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Bandung terus menjadi sorotan, terutama terkait animo masyarakat dalam pemilu. Faktor sosial dan ekonomi dinilai sebagai dua elemen utama yang mempengaruhi tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada tahun ini.
Berbagai penelitian dan survei menunjukkan bahwa faktor sosial, seperti pendidikan, budaya politik, dan keterlibatan komunitas, berperan penting dalam membentuk partisipasi politik masyarakat. Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung lebih aktif dalam Pilkada, karena mereka memiliki akses lebih besar terhadap informasi mengenai kandidat dan program yang diusung. Selain itu, budaya politik di kalangan masyarakat pedesaan dan perkotaan menunjukkan perbedaan yang signifikan. Di daerah pedesaan, yang disertai dengan tokoh masyarakat setempat seperti kepala desa atau tokoh agama masih sangat kuat, sementara di daerah perkotaan, masyarakat lebih mengutamakan aspek programatik dari kandidat.
Faktor ekonomi juga tidak kalah pentingnya. Kondisi ekonomi masyarakat secara langsung mempengaruhi keputusan mereka untuk berpartisipasi dalam Pilkada. “Masyarakat dengan kondisi ekonomi yang lebih baik cenderung memiliki akses lebih besar terhadap kampanye dan informasi politik. Mereka lebih mudah untuk terlibat dalam diskusi-diskusi politik yang terjadi di lingkungan mereka, baik secara langsung maupun melalui media sosial.
Sebaliknya, kelompok masyarakat dengan pendapatan rendah cenderung menghadapi tantangan yang lebih besar untuk terlibat dalam proses politik. Kesibukan mencari nafkah dan kesulitan dalam mengakses informasi politik menjadi faktor penghambat bagi kelompok ini untuk ikut berpartisipasi dalam Pilkada. “Bagi sebagian masyarakat, politik mungkin terasa jauh dari kehidupan sehari-hari mereka yang penuh dengan tantangan ekonomi. Hal ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah dan penyelenggara pemilu untuk memastikan semua kalangan terlibat.
Selain itu, dampak pandemi yang berkepanjangan juga turut melestarikan kondisi ekonomi banyak warga, yang membuat fokus mereka teralihkan dari Pilkada ke masalah memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun demikian, sejumlah inisiatif pemerintah daerah dan kandidat untuk mendorong kesejahteraan ekonomi masyarakat, seperti melalui program bantuan sosial dan lapangan kerja, berhasil menarik perhatian pemilih, terutama dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.
Upaya Kampanye Inklusif
Untuk mengatasi hambatan partisipasi, beberapa kandidat Pilkada di Kabupaten Bandung mulai mengadaptasi strategi kampanye yang lebih inklusif, seperti menggelar kampanye secara virtual dan memanfaatkan media sosial agar dapat menjangkau yang lebih luas, termasuk masyarakat mereka yang berada di daerah terpencil atau kelompok masyarakat dengan kondisi ekonomi sulit. “Kandidat yang mampu mengomunikasikan program-program kesejahteraan ekonomi dengan baik, terutama yang relevan dengan kebutuhan sehari-hari warga, biasanya akan mendapatkan animo lebih tinggi,” jelas seorang pengamat politik lokal.
Dengan semakin dekatnya Pilkada, tantangan bagi seluruh kandidat adalah bagaimana mereka dapat merangkul berbagai kelompok sosial dan ekonomi dalam kampanye mereka, serta memastikan bahwa setiap warga merasa didengarkan dan dilibatkan dalam proses politik ini.***
Ajunaedi