BERITASEJABAR.id – Artikel Study tour menjadi salah satu kegiatan yang biasanya diikuti oleh siswa kelas akhir, baik di tingkat SD, SMP maupun SMA. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk memperdalam pemahaman tentang materi pelajaran di luar kelas. Dengan begitu, para siswa mendapatkan pengalaman belajar langsung dan interaktif melalui proses mengamati, meneliti, dan berinteraksi dengan lingkungan baru yang menjadi tujuan study tour.
Banyak objek yang menjadi tujuan kegiatan study tour ini, seperti museum, taman nasional, situs bersejarah atau tempat lain yang dapat memberikan dampak positif bagi siswa. Pembelajaran langsung di lapangan yang dikemas dengan study tour akan membantu siswa mempraktikkan langsung teori yang dipelajari di kelas di lapangan. Tidak hanya itu, study tour juga memperkenalkan siswa pada budaya lokal, tradisi, dan keanekaragaman. Ini penting agar siswa memiliki wawasan dan mengenal lebih jauh berbagai perbedaan yang memang menjadi kekhasan Indonesia.
Meski demikian, kegiatan study tour juga memiliki berbagai tantangan, salah satunya kecelakaan yang melibatkan rombongan siswa peserta study tour. Jelas tragedi ini menimbulkan kekhawatiran di semua kalangan khususnya para orang tua siswa. Misalnya, Bus rombongan siswa SMA asal Ngawi mengalami kecelakaan di utara masjid Nurul Abror Desa Kilensari, Kecamatan Panarukan, Situbondo. Insiden tersebut mengakibatkan dua bus pariwisata mengalami kerusakan cukup parah. Bahkan satu bus tidak bisa jalan (Radar Situbondo, 17/4/2025).
Sebelumnya juga terjadi kecelakaan bus rombongan siswa SMK Lingga Kencana Depok terjadi di Subang, Jawa Barat. Bus yang membawa rombongan perpisahan sekolah mengalami kecelakaan dengan menabrak sebuah mobil dan kemudian terguling. Akibat kecelakaan ini, 11 orang meninggal dunia, termasuk 10 siswa dan 1 guru, serta 1 pengendara motor. Sejumlah 17 orang lainnya mengalami luka berat.
Selain masalah keamanan, biaya yang tinggi juga menjadi kendala dalam kegiatan study tour. Bagi beberapa keluarga, biaya study tour yang bisa mencapai ratusan ribu hingga jutaan rupiah adalah beban yang cukup berat. Jangankan untuk membayar biaya study tour, bagi sebagian kalangan bisa makan saja sudah sangat bersyukur.
Banyaknya persoalan dalam kegiatan study tour membuat Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) mengeluarkan kebijakan pelarangan. Alasannya, study tour selama ini lebih mementingkan kegiatan wisata ketimbang perjalanan edukasi. Selain itu, kebijakan ini diambil dengan tujuan menjaga stabilitas ekonomi Jawa Barat, khususnya bagi para orang tua dari kalangan kurang mampu. Kebijakan Gubernur Jawa Barat yang mengatur pelaksanaan study tour oleh sekolah-sekolah di wilayahnya menuai pro-kontra di kalangan masyarakat.
Bila dicermati secara menyeluruh, setidaknya kebijakan ini bisa diterima dengan beberapa alsan. Pertama, pendidikan tidak mesti mahal. Sering kali, study tour menjadi ajang pamer kemewahan dan menimbulkan kecemburuan sosial. Biaya yang tinggi menyebabkan hanya siswa tertentu yang bisa ikut, sementara yang lain merasa terpinggirkan. Dengan adanya pengaturan yang membatasi study tour, maka kesempatan belajar menjadi lebih merata untuk semua siswa.
Kedua, fokus pada nilai edukatif. Gubernur Jawa Barat mendorong agar study tour tidak hanya sekadar perjalanan wisata, tetapi benar-benar memiliki nilai pembelajaran. Study tour perlu diarahkan ke lokasi yang lebih edukatif seperti museum, situs sejarah, dan sentra UMKM local yang ada di lingkungan Jawa Barat.
Ketiga, mencegah komersialisasi pendidikan. Banyak kasus menunjukkan bahwa pelaksanaan study tour menjadi ladang bisnis bagi pihak-pihak tertentu. Akibatnya, sekolah dan orang tua terbebani biaya tinggi yang tidak sebanding dengan manfaat. Dengan regulasi yang jelas, kebijakan ini menjadi alat untuk menertibkan penyelenggaraan study tour agar tidak keluar dari fungsi utamanya sebagai bagian dari pembelajaran.
Keempat, mengurangi risiko kecelakaan. Perjalanan jauh, terutama menggunakan transportasi darat dengan durasi lama, membawa risiko kecelakaan dan kelelahan bagi siswa. Dengan pengeaturan lokasi yang lebih dekat, kebijakan ini sekaligus melindungi siswa dan memastikan keamanan selama kegiatan study tour.
Kebijakan Gubernur Jawa Barat tentang pengaturan study tour merupakan upaya nyata untuk menata kembali praktik pendidikan agar lebih adil. Sebagai masyarakat, orang tua, dan pendidik, sudah sepatutnya kita mendukung langkah ini demi menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif. Karena itu, cara pandang kita terhadap kegiatan study tour perlu dirubah, dari sekadar wisata menjadi pengalaman belajar yang menarik bagi para siswa.
Hemat saya, kebijakan study tour mungkin perlu didiskusikan lagi dengan melibatkan pihak-pihak terkait. Dialog ini penting untuk menyamakan frekuensi apakah study tour mau dilarang selamanya atau dicarikan solusi jalan tengahnya. Contohnya, pihak sekolah boleh mengadakan study tour, tapi dengan biaya yang tidak memberatkan orang tua siswa dan menentukan objek edukatif yang berada di wilayah Jawa Barat saja dengan keterlibatan dinas terkait agar terjamin keselamatan siswa.(**)
Penulis/Narsum : Imam Syafe’i
Sebagai Pengingat Pendidikan Masyarakat.
Editor : Ajunaedi
Kamis 31/7/2025.